Keunikan Pertemanan antar Budaya Indonesia dan Jerman
serta Pertemuan Nilai-Nilai dari Keduanya;
“Is it strange for you?”
PENDAHULUAN
Lain ladang,
lain pula belalangnya. Kalimat tersebut menjadi slogan yang cocok untuk
berbicara tentang budaya. Setiap wilayah, bangsa, dan negara memiliki budaya
masing-masing. Setiap negara pastinya memiliki budaya yang berbeda satu sama
lain seperti perbedaan dalam gaya berkomonikasi, pendidikan, bisnis, etos
kerja, nilai pertemanan, dan aspek-aspek lain. Kebudayaan erat hubungannya
dengan masyarakat. Kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, ilmu
pengetahuan, keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, norma sosial, dan
lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat. Kebudayaan adalah sesuatu yang akan
memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari,
kebudayaan itu bersifat abstrak.
Terdapat banyak
cara bagaimana kita bisa mempelajari budaya lain, salah satunya adalah melalui pertemanan
antar budaya. Pertemanan adalah sebuah hubungan dimana beberapa orang saling
mengetahui, suka, dan percaya satu sama lain (Levine&Adelman:1992). Pertemanan
antar negara menjadi cara untuk bisa meningkatkan kesadaran akan pentingnya
toleransi antar budaya.
Memiliki banyak
teman bukan dari negara sendiri saja ternyata cukup menyenangkan. Berteman
dengan orang-orang yang tidak satu negara dengan kita memiliki kesenangan
tersendiri. Susah diungkapkan
dengan kata-kata bagaimana kesenangan-kesenangan itu. Umur tidak menjadi
batasan dalam hubungan pertemanan aku dengan mereka. Kalau mereka
menghendaki memanggil mereka dengan kakak atau abang, aku akan memanggil mereka
dengan sebutan tersebut. Tapi kalau mereka lebih menyukai aku memanggil dengan
sebutan nama saja, aku akan memanggil nama mereka saja. Sesuai apa yang mereka
inginkan.
Banyak sekali
kesenangan dalam berkawan dengan orang yang berbeda bangsa. Kita bisa bertukar
pikiran dari dua budaya yang berbeda, mempelajari budaya negara lain, belajar
bahasa mereka, dan saling bertukar informasi tentang apa yang “happening” di
negara kita. Bertukar berbagai macam hal merupakan daya tarik tersendiri dari
hubungan pertemanan itu.
Dalam
menjalin pertemanan, terutama yang memiliki perbedaan budaya, tentu membutuhkan
kesadaran budaya yang tinggi. Karena perbedaan budaya dapat memunculkan
perbedaan pendapat, persepsi, dan bahkan stereotype
(Levine&Adelman:1992). Perbedaan pendapat yang seringkali menimbulkan pertengkaran,
sebenarnya lumrah untuk dihadapi setiap orang. Tetapi pertengkaran bukanlah hal
yang seharusnya menimbulkan perpecahan atau konflik berkepanjangan. Sesama
teman, ada baiknya bila kita lebih toleransi dan lapang dalam menerima setiap
perbedaan.
PEMBAHASAN
Dalam
pembahasan ini akan dibahas pertemanan antar budaya dan pentingnya toleransi
antar keduanya. Ini semua berdasarkan pengalaman yang saya alami selama
berteman dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Diantara teman lintas budaya yang saya miliki, saya memilih teman saya yang
berasal dari Jerman, karena notabene budaya Eropa memiliki perbedaan budaya
yang cukup menonjol dengan budaya Asia. Dia sempat tinggal di Indonesia selama
satu bulan. Pertemanan ini telah berlangsung empat bulan terhitung sampai
tulisan ini saya buat.
Berteman atau
menjalin komunikasi dengan orang tidak sebudaya, memang sedikit menantang. Ini
berarti bahwa kita harus mampu mempelajari dan mengenal kebudayaan mereka. Oleh
karenanya, mengenali budaya luar sangat penting. Contohnya, saya memiliki teman
dari Prancis. Saya harus dapat meluangkan waktu untuk mempelajari sedikit
tentang kebudayaan teman saya. Mengapa sedikit? Karena saat kamu tahu bahwa dia
(temanmu) berasal dari kepulauan yang sama, kamu bisa bertanya banyak hal dari
yang tidak kamu ketahui sebelumnya. Tapi dengan pengetahuan yang telah kamu
miliki sebelumnya, biasanya, seseorang akan merasa senang saat ada satu atau
dua hal yang orang lain tahu tentang dirinya. Dan setelah itu, dia akan mulai
memberikan respon yang baik dengan mencoba mengenali kebudayaanmu.
Sekilas Tentang
Jerman

Nilai-Nilai Budaya Indonesia dan Jerman
Selama
pertemanan ini saya menemukan fakta unik dan perbedaan budaya yang kami
rasakan. Fakta tersebut mencakup nilai kebiasaan, cara komonikasi, dan nilai
pertemanan. Berikut akan dijelaskan secara dalam tentang nila-nilai tersebut.
Nilai yang saya
pelajari adalah bahwa gaya hidup orang Jerman lebih cenderung individu. Hal ini
sejalan dengan nilai di Amerika yang juga menekankan pada individualisme. Geißler (2014) mengatakan bahwa masyakarat
Jerman bersifat modern. Kebanyakan orang memiliki pendidikan yang baik, taraf
hidup yang tinggi dalam perbandingan internasional, dan ruang gerak yang cukup
luas untuk mengatur kehidupan secara individual. Mereka sangat menjunjung tinggi privasi, bahkan ini menjadi kebutuhan.
Mereka mengutamakan waktu privasi dan tidak terlalu menyukai hal yang dilakukan
bersama-sama. Mereka akan benar-benar bersama dengan keluarga atau deman dekat
hanya ketika telah datang hari libur dan akhir pekan. Tentu ini sangat bertolak
belakang dengan kebudayaan kita di Indonesia. Kita sangat suka melakukan apapun
secara beramai-ramai. Tidak heran, kita sering menemukan istilah “mangan gak
mangan seng penting ngumpul”. Seperti contoh, para remaja dan dewasa sering hangout dan makan bersama-sama dengan
keluarga, sahabat, dan teman-teman mereka. Hal ini yang menimbulkan culture shock dalam pertemanan kami.
Kalimat yang mengindikasikan hal tersebut adalah ketika bilang “is it strange
for you?” dan “you may think it is strange for you”. Marilah kita analisa
kalimat tersebut berdasarkan arti kata. Kata “you” lebih merujuk pada orang
atau budaya Indonesia. Kata “strange” dapat pula berarti sesuatu yang memiliki
perbedaan mencolok. Dari kalimat tersebut menunjukkan bahwa dia merasakan
perbedaan budaya selama tinggal di Indonesia.
Keunikan lain
yang ditemukan adalah para remaja dewasa di Jerman sudah berani untuk hidup
sendiri, jauh dari keluarga. Berdasarkan data yang ditemukan bahwa remaja
dewasa Jerman suka terjun dalam bidang sosial dan pengabdian masyarakat. Tak
heran, teman saya (orang Jerman) adalah salah satu remaja dewasa yang senang
bergelut dalam bidang sosial dan pengabdian. Ini berbeda dengan budaya kita
yang masih memberikan garis jelas tentang status remaja dewasa dalam keluarga.
Remaja dewasa kita cenderung masih “berada” dalam keluarga. Maka tak jarang di
Indonesia banyak kita temukan keluarga besar yang beranggotakan lebih dari
keluarga inti. Namun berbeda di Jerman, kebanyakan sebuah keluarga hanya
terdiri dari anggota inti yaitu ayah, ibu, dan anak.
keramahan tidak selalu mengindikasi mereka
mudah menjalin pertemanan dengan orang lain. Ini jelas sangat dipengaruhi pula
oleh nilai sebelumya. Bisa kita katakan mereka cukup selektif dalam berteman.
Mereka tidak mudah berhubungan atau menjalin komunikasi dengan orang yang
mereka anggap kurang ramah. Seperti yang
kita ketahui bahwa kesan pertama membawa segalanya. Bahkan sesekali mereka
mempertimbangkan attitude seseorang
ketika mereka berbicara. Ketika saya bertanya kepada dia “bagaimana anda bisa
memilih untuk berbicara atau tidak dengan orang lain”, dia menjawab “well, it’s
about the feeling anyway”. Dari percakapan tersebut menjelaskan bahwa mereka
cukup selektif dalam memilih teman berbicara hingga tak jarang mereka
memperhatikan/mempertimbangkan kesan pertama dari dari lawan bicara.
Selanjutnya,
hal yang saya dapat dari dia adalah penyebutan nama tanpa ada imbuhan status
didepan nama seperti kak, dik, pak, bu, dll. Tak heran ketika pertama kami bertemu
terdapat sedikit keasingan ketika saya memanggil dia dengan “Miss.”. dia justru
menyebutkan bahwa pemanggilan nama pendek justru mengindikasikan kewajaran dan
kenyamanan bagi mereka. Bicara masalah tampilan fisik, orang Jerman memang
memiliki kulit yang putih kemerahan. Namun justru mereka lebih suka jika kulit
mereka cenderung lebih gelap. Ini yang terjadi ketika sesekali saya dan teman-teman
saya, termasuk dia (orang Jerman) pergi berlibur. Sering kali kami menghindari
sinar matahari dan mencari tempat rindang. Namun berbeda dengan teman Jerman
saya yang sangat suka berada di bawah sinar matahari. Bahkan kami sedang naik
sepeda motor, dia pernah bertanya “why are you wearing that?” (kenapa kok pakai itu/sarung tangan?).
kemudian saya menjawab “it protects me from the sun” (ini melindungiku dari
sinar matahari). Jelas bahwa kita orang Indonesia lebih suka untuk menghindari
sinar matahari untuk menjaga kulit tetap cerah.
Aspek lain yang menonjol adalah ketepatan waktu. Mereka sangat menghargai waktu. Jerman sangat menghargai waktu, jika ada
janji, tidak akan berubah waktu dengan mudah. Orang Jerman jika diundang ke
rumah orang lain atau pergi keluar untuk mengunjungi teman, akan tiba dengan
tepat waktu , tidak membuang-buang waktu dengan datang lebih awal ataupun
terlambat. Di Jerman jika tidak ada acara khusus, mereka harus menghargai
tetangga sekitar dengan tidak diperbolehkan menbuat kebisingan dari pukul
20:00-08:00 hari berikutnya. Jika ada acara khusus, harus minta izin di awal ke
tetangga-tetangga. Jika tidak, akan menuai protes dari tetangga dan bahkan akan
dilaporkan ke polisi. Dalam hal ini saya memiliki pengalaman tentang
kedisiplinan waktu orang Jerman. Ini diperkuat dengan ketepatan waktu teman
saya (orang Jerman) yang datang 10 menit lebih cepat dari perjanjian yang kami
buat. Ketika itu rumah dia cukup jauh. Dan ini membutuhkan kurang lebih 20
menit untuk ke tempat kami bertemu. Belum lagi kemacetan yang terjadi. Saya
sedikit kaget pertama, karena saya berfikir paling tidak dia harus
mempersiapkan untuk berangkat 40 menit jika dia akan datang 10 menit lebih awal
dari jam janjian. Namun ternyata dia dapat melakukannya. Kemudian saya sadar
bahwa hal tersebut menunjukkan kesungguhan orang Jerman untuk menepati janji. Hal
ini pula yang menyebabkan perlu adanya penyesuaian budaya ketika salah satu
dari kedua budaya, baik orang Indonesia maupun orang Jerman bertemu.
PENUTUP
Sebagai makhluk sosial manusia kita
dituntut untuk bisa menjalin hubungan (bersosialisasi) dengan manusia lainnya.
Dalam melakukan sosialisasi tersebut tidak jarang kita berkenalan, berteman,
bergaul atau bersahabat dengan orang lain yang berbeda suku bangsa, negara,
nilai-nilai tradisi, pemikiran, latar belakang budaya, dll. Untuk itu maka
diperlukan suatu pengertian diantara keduanya. Saling pengertian ini dapat
diwujudkan apabila dari setiap individu secara pribadi mau belajar budaya orang
lain. Individu yang gagal dalam mengadaptasi budaya lain dapat menderita gegar
budaya (culture shock) yaitu kecemasan yang disebabkan oleh hilangnya
tanda-tanda dan lambang-lambang dalam pergaulan sosial.
Saran
Dalam menjalin pertemanan lintas budaya,
dibutuhkan kesadaran berbudaya yang tinggi. Karena itu perlu memperhatikan hal
berikut ini untuk melakukan komonikasi dan hubungan lintas budaya secara
efektif:
·
adanya sikap memupuk rasa toleransi budaya
·
adanya sikap menghormati anggota budaya lain
·
adanya sikap menghormati budaya lain sebagaimana
adanya, dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki.
·
adanya sikap menghormati hak anggota budaya yang
lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak.
Daftar Pustaka
Fakta menarik tentang Jerman http://kaskus-forum2.blogspot.com/2014/04/fakta-menarik-tentang-jerman.html,
diakses 11 Januari 2015
Fakta Unik tentang Jerman. 2014.
http://www.berkuliah.com/2014/07/50-fakta-unik-tentang-jerman.html, diakses 11
Januari 2015.
Geißler, R. 2014.
http://www.tatsachen-ueber-deutschland.de/id/masyarakat/main-content-08/masyarakat-jerman-modern-majemuk-dan-terbuka.html.
diakses 15 Januari 2015.
Levine, D.R., Adelman, M.B. 1992. Beyond Language; Cross
Culture Communication. New York: Prentice Hall.